Membangun suatu masjid
atau memperluas bangunan masjid agar lebih megah dan mewah seharusnya dilandasi
karena kebutuhan dari para jamaah yang melaksanakan sholat fardhu di masjid
tersebut dalam setiap waktu apakah membeludag atau tidak dan bukan dilandasi karena
melihat masjid yang ada disekitar lingkungan sudah dibangun megah dan
mentereng.
Fenomena pembangunan
masjid agar terlihat megah dan mewah akhir-akhir ini sudah mulai terlihat di
Kelurahan Dasan Agung Mataram dan
mungkin sudah umum kalau masjid dibuat megah di seluruh dunuia. Masjid
diperbesar dan dihias berlebihan dengan berbagai macam ornamen supaya terlihat
seni tanpa memperhitungkan kenyamanan para jamaah yang melaksanakan sholat
berjamaah di masjid tersebut.
Kenyamanan jamaah tidak
diperhitungkan lagi sehingga masjid terasa seperti oven yang suhunya membuat jamaah bermandikan
keringat dan ditambah lagi suara kipas angin seperti baling-baling pesawat
helycoupter. Suasana hening, adem dan menyenangkan bila sudah berada didalam
masjid sudah jauh dari harapan karena
kebanyakan panitia maupun orang yang bersemangat membangun masjid itu tidak
memikirkan hal tersebut dan tidak akan merasakannya karena mereka lebih
mengutamakan sholat di rumahnya masing-masing.
Hal ini juga terjadi di
Lingkungan Gapuk, pada hari Ahad(17/4/2016) jam 20.00 WITA bertempat di masjid
At Takrim Gapuk masyarakat di undang rapat oleh 3 kepala lingkungan untuk
bermusyawarah dalam “Pembentukan Panitia Pembangunan Masjid”. Namun dalam rapat
tersebut malah tokoh agama yang diharapkan bisa netral dan bijak justru membuat
trik untuk menyeting isi rapat agar masyarakat hanya bisa setuju dan mendukung dengan
apa yang diharapkan oleh tokoh agama itu.
Masyarakat Lingkungan
Gapuk sekarang berbeda dengan masyarakat dulu, masyarakat sekarang sudah melek
teknologi dan sudah banyak yang berpendidikan tinggi, mereka tidak bisa lagi
hanya disuruh untuk setuju dan setuju demi memenuhi ambisi para tokoh agama
maupun masyarakat. Pikiran seperti raja kecil karena sudah merasa ditokohkan
oleh masyarakat semestinya sudah harus dibuang jauh-jauh karenan sudah tidak
jamannya lagi alias out of date dan mestinya diganti dengan sikap yang lebih
bijaksana agar masyarakat bisa lebih tercerahkan lagi.
Harapan masyarakat seh agar
mendapatkan pencerahan yang bersifat pilihan netral dari dua opsi yang
disodorkan oleh tokoh agama tersebut apakah masjid Gapuk ini hanya diperbaiki
kubahnya saja karena sudah bocor( dan itu yang sering dialami oleh para jamaah
sholat fardu) ataukah dibangun kembali agar terlihat lebih megah( seperti
gambar yang telah dipasang di halaman masjid tanpa ada musyawarah terlebih dulu
dengan masyarakat). Namun yang terjadi malah tokoh agama tersebut lebih
membanggakan gambar masjid yang terpasang dihalam masjid dan anehnya lagi malah
sudah mendatangkan ahli gambar/arsitek dengan lengkap rencana gambar masjid
yang sudah dibuat plus pengurus yang sudah diseting terlebih dulu. Inikan aneh
bin ajaib namanya.hehe
Sudah dari dulu setiap
pawai maulid masyarakat selalu menyuarakan untuk memperbaiki kubah masjid yang
sudah bocor dan malah setiap mengumumkan lewat speaker masjid hasil shalawatan
dari pawai mulud tersebut selalu disebut hasil selawatan untuk memperbaiki
kubah masjid. Dan itu real terjadi bukan dibuat-buat.
Namun yang terjadi pada
saat rapat tersebut malah keinginan masyarakat yang sudah bertahun-tahun itu
dibelokkan gara-gara ada masyarakat luar yang bertanya kapan masjid dibangun
seperti gambar yang sudah dipasang dan itu yang
dijadikan pembenaran.
Mestinya keinginan
masyarakat yang sudah betahun-tahun itu yang mesti dilaksanakan karena masjid
Gapuk saat ini sudah besar dan luas dan bisa menampung seluruh masyarakat gapuk
dan penulis lihat sendiri pada saat perayaan Idul Adha kemarin di dalam masjid
masih terlihat kosong walaupun ada jamaan yang bediri di halaman masjid.
Masjid gapuk yang sudah
besar dengan jamaah sholat fardunya sangat sedikit ini mestinya tetap
dipertahankan tidak perlu dirusak untuk dibuat megah seperti Islamic Centre NTB
itu, cukup kubahnya saja yang diperbaiki dan ditambahkan kipas angin agar jamaah
sholat fardhu tidak kepanasan. Itu harapan kami sebagai warga lingkungan gapuk
yang ikut sholat berjamaah di masjid.
Tapi nasi sudah jadi
bubur, masyarakat yang hadir rapat ternyata lebih memilih untuk membuat megah
masjid At takrim Gapuk dan sebagai konsekuensinya kami walaupun tidak setuju
dengan membuat megah masjid tersebut tetapi tetap dan harus setuju dengan hasil
keputusan rapat karena itu perintah dalam agama. Ampure dan walloohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar