Mungkin kita anak-anak muda generasi2 modern
sasak ada yang tidak tahu tentang aksara sasak tapi hampir sepertinya
tau karna telah masuk pada materi muatan lokal di sekolah-sekolah dasar
sampai menegah atas. Sedikit mengulas lagi tentang aksara sasak dan
melihat beberapa perbedaan dengan aksara Jawa.
Berdasarkan
asal usul-usul serta pemakaian naskah di dalam naskah lontar baik
berbahasa Sasak maupun berbahasa jawa (Kawi), aksara Jejawan/aksara
Sasak dibedakan atas tiga kelompok yaitu :
Aksara Carakan ( Sasak; Aksara Baluq Olas )
Aksara Swalalita
Aksara Rekan
Aksara Carakan
Asal
usul aksara Jejawan/sasak adalah dari Aksara Jawa, dari segi pelafalan
berjumlah 20 buah dengan urutan : ha , na , ca , ra , ka ,da , ta ,sa ,
wa , la , pa , dha , ja , ya , nya , ma , ga , ba , tha , nga.
Yang diserap ke dalam aksara Jejawan/Sasak hanya 18 buah dan disebut aksara Baluq Olas dengan tata urutan sebagai berikut :
Aksara Swalalita
Yaitu
aksara yang dipakai untuk tulis menulis dalam naskah-naskah lontar
Sasak baik naskah berbahasa Sasak maupun berbahasa Jawa (Kawi). Aksara
Swalalita terdiri atas :
Huruf Vokal ( Aksara Swara )
Huruf Konsonan ( Aksara Wyanjana )
Contoh aksara sawara :
Aksara Swara ini digunakan bila ia berdiri
di depan serta menyatakan nama diri, nama tempat, nama haria dll. Aksara
Swara ini juga berkedudukan sebagai Aksara Murdha, yang jika dialih
aksarakan ke huruf latin-indonesia menjadi huruf Kapital, kecuali le.
Contoh :
Aksara Swara : i , u , e , o , dan e,
apabila melekat pada aksara Wyanjana maka aksara Swara berubah menjadi
sandarangan bunyi dengan bentuk-bentuk tertentu serta penempatannya ada
di atas, di bawah, di depan atau di belakang, seperti berikut :
Aksara Wyanjana : h, r , ng berada pada
akhir suku kata, berubah menjadi sandangan bunyi dan berfungsi untuk
mematikan suku. Sedangkan ” ra ” dan ” re ” untuk menghidupkan suku.
Aksara Carakan ( aksra baluq olas ) secara
lahiriah telah mengandung bunyi vocal ” a ” , serta merupakan satu suku.
Apabila belum mengandung bunyi vocal ” a ” ( h, n, c dst. Bukan ha, na,
ca dst.) disebut Aksra Legena.
Dari tabel aksra Wyanjana di atas jelaslah
dapat di ketahui pemakaian aksara Wyanjana pada naskah lontar sasak yang
berbahasa Kawi dengan naskah lontar yang berbahasa Sasak.
Keterangan tambahan :
KANTYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah
kepada guttur (kantha) yaitu bagian langit-langit dekat kerongkongan.
Terdiri atas : a, ka, kha, ga, gha, nga.
TALAWYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah
kepada palatum (talu) yaitu langit-langit lembut. Terdiri atas : i, ca,
cha, ja, nya,.Talawya juga disebut Aksara Kalpaprana yaitu aksara yang
lahir dari articulator tengah lidah yang disertai hembusan nafas kecil.
MURDHANYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah
kepada langit-langit keras (murdha atau ceberum). Terdiri atas : ta, da,
na, re.
DANTYA adalah suara vocal atau
konsonan yang dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah kepada lengkung
kaki gigi atas ( dental atau danta ). Terdiri atas : ta, tha, da, dha,
na, la.
OSTHYA adalah suara vocal atau
konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan kedua bibir ( labial atau
ostha ). Terdiri atas : u, pa, pha, ba, bha, ma. Osthya juga
disebut aksra Maharaprana yaitu aksara yang mendapat hembusan nafas
besar.
ARDHASWARA adalah bunyi setengah vocal dan setengah konsonan ( semivokal atau antyaswara). Tersiri atas : ya, ra, la, wa.
USNA adalah bunyi desis ( sibilant atau asthiswara). Terdiri atas : ça, sha, sa .
WISARGA adalah bunyi yang terjadi dengan adanya hembusan nafas serta tidak memiliki daerah artikulasi (aspirat).
GLOTAL STOP adalah bunyi yang dihasilkan dengan jalan menutup rapat hembusan nafas pada rongga mulut.
Dengan
adanya lambing bunyi Glotal Stop yaitu (‘/q) maka dapat diketahui bahwa
aksara Wyanjana yang dipakai sebagai alat tulis menulis dalam bahasa
sasak berjumlah 19. Hal ini pula yang membuktikan bahwa Aksara
Jejewan/Sasak menunjukkan cirri tersendiri dalam melambangkan bunyi.
Aksara Murdha
Aksara
Wyanjana yang diberi tanda o> tergolong aksara murdha. Menurut Kamus
Jawa Kuna-Indonesia karangan L. Mardiwarsito, murdha memiliki dua
pengertian yaitu :
Kepala
Langit-langit keras, daerah terjadinya bunyi.
Aksara
murdha di Jawa diidentikkan dengan huruf Kapital, berarti mengacu
kepada pengertian ” kepala “. yang perlu diketahui, dalam penulisan ,
aksara murdha tidak selalu berada di awal kata, melainkan bias di tengah
atau dibelakang. Namun dalam pengalihan aksara ke huruf latin menjadi
capital.
Dalam khaznah naskah lontar Sasak,
aksara murdha umumnya hanya terpakai pada naskah lontar Sasak yang
berbahasa Jawa ( kawi ) berbeda halnya dengan naskah lontar Sasak yang
berbahasa Sasak, tidak mengenal pemakaian aksara murdha.
Yang
membedakan aksara Jejawan ( sasak ) dengan aksara Jawa atau Bali adalah
bunyi Glotal Stop yang dilambangkan dengan aksara …… .Berdsarkan
pengamatan penulis ( red. Argawa ) untuk sementtara ini, aksra Jejawan
dalam bahasa Sasak tidak mengenal pemakaian ……. Sebagai aksara Murdha,
melainkan sebagai aksara Glotal Stop.
Contoh pemakaian aksara Murdha :
Aksara Rekan
Adalah
aksara buatan untuk melambangkan bunyi dalam bahasa Arab. Bentuk aksara
Rekan tetap diambil dari aksara carakan yang mirip dengan bunyi dalam
bahasa Arab yang dilambangkan dengan membubuhi tanda titik 3 buah di
atasnya.
Angka
Bentuk-bentuk angka dalam aksara Jejawan, mulai satuanm puluhan, dan ratusan adalah sebaga berikut :
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar