Jumat, 22 Februari 2013

Hilangnya budaya berjabat tangan di kalangan santri madrasah?


Akhir-akhir ini di setiap sekolah umum mulai tingkat SMP maupun SMA/SMK sudah mulai di budayakan 5 S, yaitu: senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Budaya ini di maksudkan untuk menguatkan ikatan bathin antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan guru dengan guru.

 
Tidak perlu jauh-jauh untuk melihat penerapan 5 S tersebut, cobalah berjalan-jalan di pagi hari melewati  jalan pendidikan di kota Mataram dan perhatikan sekolah umum yang ada di sana, di antara sekolah umum itu adalah SMAN 1 MATARAM dan SMKN 3 MATARAM yang sudah menerapkan 5 S tersebut.

Setiap pagi hari pasti akan ditemukan sekelompok guru yang sudah siap siaga berdiri menyambut para siswa/I untuk memasuki sekolah. Begitu para siswa/I akan masuk di pintu gedung sekolah maka akan terlihat para siswa/I berbondong-bondong sambil membuat antrian mendatangai kelompok guru yang sudah menunggu sambil bersalaman dan mencium tangan kelompok guru penyambut siswa/I tersebut.

Adakah dalil tentang berjabat tangan? Bagi para santriwan/wati mungkin sudah pernah mendengar baik dari ustadz di madrasah ataupun dari pengajian yang rutin di laksanakan tapi tidak ada salahnya akan sampaikan dalilnya1, diantaranya:

1.Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al-Bukhari, 5908).

2.Abdullah bin Hisyam mengatakan: “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau memegang tangan Umar bin Al-Khattab.” (HR. Al-Bukhari 5909).

3.Ka’ab bin Malik mengatakan: “Aku masuk masjid, tiba-tiba di dalam masjid ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Thalhah bin Ubaidillah berlari menyambutku, menjabat tanganku dan memberikan ucapan selamat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari 4156).

Dan apakah ada manfaatnya atau keutamaannya berjabat tangan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan guru dengan guru? Jelas ada diantara keutamaannya1 antara lain:

Pertama, orang yang berjabat tangan akan diampuni dosanya.
Dari Al Barra’, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.” (Shahih Abu Daud, 4343).
Dari Hudzifah bin Al-Yaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon berguguran.” (Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525).

Kedua, Berjabat tangan bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian dalam hati.
“Lakukanlah jabat tangan, karena jabat tangan bisa menghilangkan permusuhan.”  Tetapi hadis ini didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (Ad Dha’ifah, 1766)
“Lakukanlah jabat tangan, itu akan menghilangkan kedengkian dalam hati kalian.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ dan didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani)
Terdapat beberapa hadis dalam masalah ini, namun semuanya tidak lepas dari cacat. Terlepas dari hadis di atas, telah terbukti dalam realita bahwa berjabat tangan memiliki pengaruh dalam menghilangkan kedengkian hati dan permusuhan.

Ketiga, Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh Al Albani, As Shahihah, 527).
Setelah mengetahui dalil dan keutamaannya berjabat tangan yang sudah disebut di atas, masihkah belum yakin dan belum berani untuk memulai menerapkannya? Bagaimana dengan bersalamannya para santriwati dengan Ustadz atau santriwan dengan ustadzah?

Butuh keberanian dan usaha keras untuk memulai menerapkan berjabat tangan di antara santri dengan santri, santri dengan guru dan guru dengan guru. Tanpa keberanian dan usaha keras niscaya perubahan untuk kemajuan madrasah tak akan bisa tercapai secara signifikan dan akan tetap tertinggal dengan sekolah umum.

Untuk berjabat tangan antara santriwan dengan Ustadzah atau santriwati dengan Ustadz alangkah baiknya memang jangan berjabat tangan dan lebih baiknya berjabat tangan itu antara para santriwan dengan Ustadz dan santriwati dengan Ustadzah biar sama-sama enak dan selamat di dunia dan di akherat.

Ada sedikit hal yang penulis kira sangat berkesan yang perlu di sampaikan, pernah penulis bertanya kepada salah seorang Ustadz senior, “selama mengajar di madrasah apakah pernah para santriwan dalam satu kelas bersalaman atau sambil cium tangan terhadap ustadz?” sang ustadz menjawab: “selama mengajar belum pernah satu kelas yang bersalaman kepada saya dan yang ada malah bersalaman sambil cium tangan itu Cuma dilakukan pas perpisahan sekolah kelas 3 aja”. lha...? Kalau bersalaman sambil cium tangan di lakukan pas perpisahan kelas 3 donk  yang pertama dan terakhir jadinya ustadz?? Kira-kira menurut pembaca bagaimana jawaban dan raut wajah sang Ustadz itu?? orang BEJO  pasti tahu donk jawabannya.:) Piss.  (Alfuad Gapuki)


 Referensi:
1). http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2011/06/09/15226/hukum-bersalaman-antara-guru-dan-murid-smanya-yang-lain-jenis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar