Akhir-akhir ini di setiap sekolah
umum mulai tingkat SMP maupun SMA/SMK sudah mulai di budayakan 5 S, yaitu:
senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Budaya ini di maksudkan untuk
menguatkan ikatan bathin antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan guru
dengan guru.
Tidak perlu jauh-jauh untuk melihat
penerapan 5 S tersebut, cobalah berjalan-jalan di pagi hari melewati jalan pendidikan di kota Mataram dan
perhatikan sekolah umum yang ada di sana, di antara sekolah umum itu adalah
SMAN 1 MATARAM dan SMKN 3 MATARAM yang sudah menerapkan 5 S tersebut.
Setiap pagi hari pasti akan
ditemukan sekelompok guru yang sudah siap siaga berdiri menyambut para siswa/I
untuk memasuki sekolah. Begitu para siswa/I akan masuk di pintu gedung sekolah
maka akan terlihat para siswa/I berbondong-bondong sambil membuat antrian
mendatangai kelompok guru yang sudah menunggu sambil bersalaman dan mencium
tangan kelompok guru penyambut siswa/I tersebut.
Adakah dalil tentang berjabat
tangan? Bagi para santriwan/wati mungkin sudah pernah mendengar baik dari
ustadz di madrasah ataupun dari pengajian yang rutin di laksanakan tapi tidak
ada salahnya akan sampaikan dalilnya1, diantaranya:
1.Qatadah bertanya kepada Anas bin
Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al-Bukhari, 5908).
2.Abdullah bin Hisyam mengatakan:
“Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara
beliau memegang tangan Umar bin Al-Khattab.” (HR. Al-Bukhari 5909).
3.Ka’ab bin Malik mengatakan: “Aku
masuk masjid, tiba-tiba di dalam masjid ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kemudian Thalhah bin Ubaidillah berlari menyambutku, menjabat
tanganku dan memberikan ucapan selamat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari 4156).
Dan apakah ada manfaatnya atau
keutamaannya berjabat tangan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan
guru dengan guru? Jelas ada diantara keutamaannya1 antara lain:
Pertama, orang yang berjabat tangan akan diampuni dosanya.
Dari Al Barra’, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian
berjabat tangan kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.”
(Shahih Abu Daud, 4343).
Dari Hudzifah bin Al-Yaman, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan
mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka
dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon
berguguran.” (Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan
dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525).
Kedua, Berjabat tangan bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian
dalam hati.
“Lakukanlah jabat tangan, karena
jabat tangan bisa menghilangkan permusuhan.” Tetapi hadis ini didhaifkan
oleh Syaikh Al Albani (Ad Dha’ifah, 1766)
“Lakukanlah jabat tangan, itu akan
menghilangkan kedengkian dalam hati kalian.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’
dan didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani)
Terdapat beberapa hadis dalam
masalah ini, namun semuanya tidak lepas dari cacat. Terlepas dari hadis di
atas, telah terbukti dalam realita bahwa berjabat tangan memiliki pengaruh
dalam menghilangkan kedengkian hati dan permusuhan.
Ketiga, Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya
lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah
orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama
kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh
Al Albani, As Shahihah, 527).
Setelah mengetahui dalil dan
keutamaannya berjabat tangan yang sudah disebut di atas, masihkah belum yakin
dan belum berani untuk memulai menerapkannya? Bagaimana dengan bersalamannya
para santriwati dengan Ustadz atau santriwan dengan ustadzah?
Butuh keberanian dan usaha keras
untuk memulai menerapkan berjabat tangan di antara santri dengan santri, santri
dengan guru dan guru dengan guru. Tanpa keberanian dan usaha keras niscaya
perubahan untuk kemajuan madrasah tak akan bisa tercapai secara signifikan dan
akan tetap tertinggal dengan sekolah umum.
Untuk berjabat tangan antara
santriwan dengan Ustadzah atau santriwati dengan Ustadz alangkah baiknya memang
jangan berjabat tangan dan lebih baiknya berjabat tangan itu antara para
santriwan dengan Ustadz dan santriwati dengan Ustadzah biar sama-sama enak dan
selamat di dunia dan di akherat.
Ada sedikit hal yang penulis kira
sangat berkesan yang perlu di sampaikan, pernah penulis bertanya kepada salah
seorang Ustadz senior, “selama mengajar di madrasah apakah pernah para
santriwan dalam satu kelas bersalaman atau sambil cium tangan terhadap ustadz?”
sang ustadz menjawab: “selama mengajar belum pernah satu kelas yang bersalaman
kepada saya dan yang ada malah bersalaman sambil cium tangan itu Cuma dilakukan
pas perpisahan sekolah kelas 3 aja”. lha...? Kalau bersalaman sambil cium
tangan di lakukan pas perpisahan kelas 3 donk
yang pertama dan terakhir jadinya ustadz?? Kira-kira menurut pembaca
bagaimana jawaban dan raut wajah sang Ustadz itu?? orang BEJO pasti tahu
donk jawabannya.:) Piss. (Alfuad Gapuki)
Referensi:
1).
http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2011/06/09/15226/hukum-bersalaman-antara-guru-dan-murid-smanya-yang-lain-jenis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar