Rabu, 09 Juli 2014

Umroh Sahabatku




Memasuki 10 hari ke-2 Ramadhan, saya jadi teringat saat umroh pada bulan suci tahun 2007 lalu. Saat itulah saya mendapat kesempatan umroh secara gratis. Hanya gara-gara saya dianggap humoris, seorang sahabat yang kebetulan pengusaha, rela mentraktir saya mengunjungi tanah suci.


"Cak, aku kancanono. Aku wedhi. Lek karo sampean kan onok sing dijak guyon (Cak, temani aku. Aku takut. Kalau ada kamu kan ada yang saya ajak tertawa)," pintanya.
Alhamdulillah. Hari "H" pemberangkatan persis memasuki 10 hari ke-2 Ramadhan. Kami menggunakan jasa tour and travel yang dulu berkantor di lantai bawah Bumi Hyatt Hotel Surabaya (sekarang berganti nama Bumi Surabaya Hotel).

Rombongan kami menentukan meeting point di Bandara Juanda. Saya berangkat naik bus Damri, sahabat saya datang dengan Mercedes Benz. Saya datang dengan berbunga-bunga, sahabat saya datang dengan wajah pucat, tidak percaya diri dan sesekali kalau diajak bicara tidak nyambung.
Kenapa? "Takut aja. Benarkah kalau kita di tanah suci, dosa yang kita lakukan di sini langsung mendapat balasan di sana," ia bertanya balik.

Dengan keterbatasan pengetahuan, saya berusaha menjelaskan panjang lebar, intinya membuat dia paham bahwa tanah suci bukan tempat Allah menghukum umatnya tetapi tempat bertaubat. "Itulah sebabnya, siapa pun yang datang ke tanah suci disebut tamu Allah," kata saya.

Saat itulah dia menceritakan alasannya umroh. "Lha iya, Si King (baca: Si Raja, begitu dia menyebut nama salah seorang pesaing usahanya) kan baru naik haji. Ternyata ada pengaruhnya lho ke bisnis dia. Sekarang usahanya maju, karena lobi-lobi dia dibantu ulama-ulama," katanya.
Trus? "Sebenarnya saya pingin naik haji. Tapi kan harus antree. Apa jeleknya sekarang umroh, ya.. untuk pemanasan lah. Jangan-jangan umroh saja malaikat ga mau terima," ujarnya sambil ngakak mentertawai dirinya sendiri karena sering keluar masuk diskotek dan tempat maksiat.

Mendengar pengakuannya itu, saya tersenyum kecut. "Ya.. selama umroh sekarang ini niatnya betul-betul untuk ibadah insyaallah lancar-lancar saja. Masa' sih malaikat sampai segitunya..."
Sampai di Bandara King Abdul Aziz, kami mengambil miqat di sana. Sahabat saya tadi tampak tegang saat akan mengenakan ihram. Bagaimana ia akan membiarkan pundak kanannya terbuka, sedangkan di pangkal lengan kanannya terdapat tatto.

Seorang ustadz pembimbing umroh pun menyarankan agar ia mengenakan ihram dengan membuka pundak kirinya. Tetapi si ustadz bingung juga, karena di pangkal lengan kiri sahabatku juga terdapat tatto lumayan besar. "Ya sudahlah, yang membuat bapak tidak terbebani bagaimana?"
"Kalau saya mengenakan ihram dengan menutup kedua panggul saya apa dosa?" tanya sahabatku.
"Dosa dan pahala itu biarlah jadi urusan Allah. Yang penting bapak menjalani umroh dengan tanpa beban," nasihat ustadz.

Hebatnya sahabat saya. Meski pun menjadi tertawaan dan bahan gunjingan rombongan karena ihramnya yang aneh, ia tidak marah. Ia bahkan terlihat enjoy-enjoy saja karena menyadari bahwa membuat tatto di kedua pangkal lengannya ternyata merupakan kesalahan besar.
Hal yang lebih buruk terjadi berikutnya. Saat melaksanakan tawaf. Saya, Pak Ustadz dan rombongan lain, selesai mengelilingi Ka'bah 7 kali. Tetapi sahabatku tadi masih asyik dengan tawafnya.
"Pak, sudah berapa putaran?" tegur Pak Ustadz.
"9 Putaran Pak Ustadz," jawabnya enteng.

Mendengar itu, Pak Ustadz menghentikan langkah sahabat saya. "Pak, tadi di awal sudah saya jelaskan. Tawaf hanya 7 putaran. Lha bapak kok sampai 9 putaran," jelasnya.
Dan, sahabat saya enteng menjawab: "Ga pa pa Pak Ustadz. Yang 2 putaran buat bonus," katanya.
Kami, semua rombongan dan Pak Ustadz, tertawa mendengar jawaban itu. "Tidak boleh, Pak. Aturannya 7 putaran, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang," celetuk seorang ibu anggota rombongan.
"Ga papa lah.. tadi Pak Ustadz bilang dosa pahala urusan Allah. Masa' gara-gara salah gitu saja Allah memberi saya dosa. Yang penting kan niatnya," dalihnya.

Hal yang sama terjadi saat kami melakukan Sai. Ketika rombongan asyik menggunting rambut tanda telah menyelesaikan Sai 7 putaran, sahabat saya itu masih terlihat berlari-lari kecil. Pak Ustadz kali ini cuma tertawa melihatnya.

"Pak, kok tidak dihentikan?" tanya saya.
"Biarkan saja. Nanti kalau capek berhenti sendiri. Umroh itu ada dua makna. Ibadah dan wisata. Mungkin bapak sedang ingin wisata saja, jadi tawaf dan Sai-nya kayak joging. Insyaallah dia benar kok. Tergantung niat. Kalau niatnya ibadah masa Allah tidak memberi pahala sedang Allah Maha Pemberi," jelas Pak Ustadz.
Saya baru merenungi penjelasan itu sekarang. Alhamdulillah, saya akhirnya bisa memaklumi kesalahan sahabat saya. Setidaknya dia bukan Haji Muhidin. Bayangkan, kalau orang yang kemana-mana mengaku berhaji 2 kali dan suka memamerkan ibadahnya melakukan kesalahan itu. Apa kata dunia? (*)
copas dr Cak Ijo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar