Tapi sungguh orang yang jauh lebih
mulia daripada kita semua, Abu Bakr Ash Shiddiq, pernah mengatakan, “Saya telah
dipilih untuk memimpin kalian, padahal saya bukanlah orang yang terbaik di
antara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Dan kalau anda sekalian
melihat saya salah, maka luruskanlah.”
Maka yang kami harapkan pertama kali
dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah kesadaran bahwa Anda bukan pahlawan
tunggal dalam masa depan negeri ini. Barangkali memang pendukung Anda ada yang
menganggap Andalah orang terbaik. Tetapi sebagian yang lain hanya menganggap
Anda adalah sosok yang sedang tepat untuk saat ini. Sebagian yang lainnya lagi
menganggap Anda adalah “yang lebih ringan di antara dua madharat”.
Tentu saja, mereka yang tidak
memiliih Anda menganggap Anda bukan yang terbaik, tidak tepat, dan juga
berbahaya.
Dan jika Anda, Pak Prabowo, nantinya
terpilih menjadi Presiden, maka mereka semua akan menjadi rakyat yang
dibebankan kepada pundak Anda tanggungjawabnya di hadapan Allah. Maka kami
berbahagia ketika Anda berulang kali berkata di berbagai kesempatan, “Jangan
mau dipecah belah. Jangan mau saling membenci. Kalau orang lain menghina kita,
kita serahkan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Maha Besar.”
Dan Anda juga harus menyadari bahwa
barangsiapa merasa jumawa dengan kekuasaan, maka beban kepemimpinan itu akan
Allah pikulkan sepelik-peliknya di dunia, dan tanggungjawabnya akan Dia jadikan
penyesalan serta siksa di akhirat. Adapun pemimpin yang takut kepada Allah,
maka Dia jadikan manusia taat kepadanya, dan Dia menolong pemimpin itu dalam
mengemban amanahnya.
Pak Prabowo, kami memilih Anda,
tapi..
Tapi sungguh orang yang jauh lebih
perkasa daripada kita semua, ‘Umar ibn Al Khaththab, pernah mengatakan,
“Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya akan menjadi orang yang
terbaik di antara kalian dalam memimpin kalian, orang yang terkuat bagi kalian
dalam melayani keperluan-keperluan kalian, dan orang yang paling teguh
mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya sudi menerima jabatan ini.
Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan.”
Maka yang kami harapkan berikutnya
dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah cita-cita yang menyala untuk menjadi
pelayan bagi rakyat Indonesia. Sebuah tekad besar, yang memang selama ini sudah
kami lihat dari kata-kata Anda. Dan sungguh, kami berharap, ia diikuti
kegentaran dalam hati, seperti ‘Umar, tentang beratnya tanggungjawab kelak
ketika seperempat milyar manusia Indonesia ini berdiri di hadapan pengadilan
Allah untuk menjadi penggugat dan Anda adalah terdakwa tunggal bila tidak
amanah, sedangkan entah ada atau tidak yang sudi jadi pembela.
Pak Prabowo, jangankan yang tak
mendukung Anda, di antara pemilih Andapun ada yang masih meragukan Anda karena
catatan masa lalu. Saya hendak membesarkan hati Anda, bahwa ‘Umar pun pernah
diragukan oleh para tokoh sahabat ketika dinominasikan oleh Abu Bakr sebab dia
dianggap keras, kasar, dan menakutkan. Tapi Anda bukan ‘Umar. Usaha Anda untuk
meyakinkan kami bahwa kelak ketika terpilih akan berlaku penuh kasih kepada
yang Anda pimpin harus lebih keras daripada ‘Umar.
Pak Prabowo, kami memilih Anda
karena kami tahu, seseorang tak selalu bisa dinilai dari rekam jejaknya. ‘Umar
yang dahulu ingin membunuh Nabi, kini berbaring mesra di sampingnya. Khalid
yang dahulu panglima kebatilan, belakangan dijuluki ‘Pedang Allah’. Tapi Anda
bukan ‘Umar. Tapi Anda bukan Khalid. Usaha Anda untuk berubah terus menjadi
insan yang lebih baik daripada masa lalu Anda akan terus kami tuntut dan
nantikan. Ya, maaf dan dukungan justru dari orang-orang yang diisukan pernah
Anda ‘culik’ menjadi modal awal kepercayaan kami kepada Anda.
Pak Prabowo, kami memilih Anda,
tapi..
Tapi orang yang jauh lebih dermawan
daripada kita semua, ‘Utsman ibn ‘Affan, pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa
kalian berhak menuntut aku mengenai tiga hal, selain kitab Allah dan Sunnah
Nabi; yaitu agar aku mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin
sebelumku dalam hal-hal yang telah kalian sepakati sebagai kebaikan, membuat
kebiasaan baru yang lebih baik lagi layak bagi ahli kebajikan, dan mencegah
diriku bertindak atas kalian, kecuali dalam hal-hal yang kalian sendiri
menyebabkannya.”
Ummat Islam amat besar
pengorbanannya dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini. Pun demikian, sejarah
juga menyaksikan mereka banyak mengalah dalam soal-soal asasi kenegaraan
Indonesia. Cita-cita untuk mengamalkan agama dalam hidup berbangsa rasanya
masih jauh dari terwujud.
Tetapi para bapak bangsa, telah
menitipkan amanah Maqashid Asy Syari’ah (tujuan diturunkannya syari’at) yang
paling pokok untuk menjadi dasar negara ini. Lima hal itu; pertama adalah
Hifzhud Diin (Menjaga Agama) yang disederhanakan dalam sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Kedua Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa) yang diejawantahkan dalam sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ketiga Hifzhun Nasl (Menjaga Kelangsungan)
yang diringkas dalam sila Persatuan Indonesia. Keempat Hifzhul ‘Aql (Menjaga
Akal) yang diwujudkan dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dan kelima, Hifzhul Maal
(Menjaga Kekayaan) yang diterjemahkan dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab
kami berharap Anda akan melaksanakan setidak-tidaknya kelima hal tersebut;
menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kelangsungan, menjaga akal, dan menjaga
kekayaan; dengan segala perwujudannya dalam kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.
Kami memilih Anda ketika di seberang sana, ada wacana semisal menghapus kolom
agama di KTP, pengalaman masa lalu penjualan asset-aset bangsa, lisan-lisan
yang belepotan pelecehan kepada agama Allah, hingga purna-prajurit yang
tangannya berlumuran darah ummat.
Pak Prabowo, seperti ‘Utsman,
jadilah pemimpin pelaksana ungkapan yang amat dikenal di kalangan Nahdlatul
‘Ulama, “Al Muhafazhatu ‘Alal Qadimish Shalih, wal Akhdzu bil Jadidil Ashlah..
Memelihara nilai-nilai lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih
baik.”
Pak Prabowo, kami memilih Anda,
tapi..
Tapi orang yang lebih zuhud daripada
kita semua, ‘Ali ibn Abi Thalib, pernah mengatakan, “Barangsiapa mengangkat
dirinya sebagai pemimpin, hendaknya dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum
mengajari orang lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki
tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lisannya. Orang yang
menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati ketimbang yang
mengajari orang lain.”
Pak Prabowo, hal yang paling hilang
dari bangsa ini selama beberapa dasawarsa yang kita lalui adalah keteladanan
para pemimpin. Kami semua rindu pada perilaku-perilaku luhur terpuji yang
mengiringi tingginya kedudukan. Kami tahu setiap manusia punya keterbatasan,
pun juga Anda Pak. Tapi percayalah, satu tindakan adil seorang pemimpin bisa
memberi rasa aman pada berjuta hati, satu ucapan jujur seorang pemimpin bisa
memberi ketenangan pada berjuta jiwa, satu gaya hidup sederhana seorang
pemimpin bisa menggerakkan berjuta manusia.
Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab
kami tahu, kendali sebuah bangsa takkan dapat dihela oleh satu sosok saja. Maka
kami menyeksamai sesiapa yang ada bersama Anda. Lihatlah betapa banyak ‘Ulama
yang tegak mendukung dan tunduk mendoakan Anda. Balaslah dengan penghormatan
pada ilmu dan nasehat mereka. Lihatlah betapa banyak kaum cendikia yang berdiri
memilih Anda, tanpa bayaran teguh membela. Lihatlah kaum muda, bahkan para
mahasiswa.
Didiklah diri Anda, belajarlah dari
mereka; hingga Anda kelak menjelma apa yang disampaikan Nabi, “Sebaik-baik
pemimpin adalah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Yang kalian
doakan dan dia mendoakan kalian.”
Pak Prabowo, kami memilih Anda,
tapi..
Tapi orang yang lebih adil daripada
kita semua, ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, pernah mengatakan, “Saudara-saudara,
barangsiapa menyertai kami maka silahkan menyertai kami dengan lima syarat,
jika tidak maka silahkan meninggalkan kami; yakni, menyampaikan kepada kami
keperluan orang-orang yang tidak dapat menyampaikannya, membantu kami atas
kebaikan dengan upayanya, menunjuki kami dari kebaikan kepada apa yang kami
tidak dapat menuju kepadanya, dan jangan menggunjingkan rakyat di hadapan kami,
serta jangan membuat-buat hal yang tidak berguna.”
Sungguh karena pidato pertamanya ini
para penyair pemuja dan pejabat penjilat menghilang dari sisi ‘Umar ibn ‘Abdil
‘Aziz, lalu tinggallah bersamanya para ‘ulama, cendikia, dan para zuhud.
Bersama merekalah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz mewujudkan pemerintahan yang
keadilannya dirasakan di segala penjuru, sampai serigalapun enggal memangsa
domba. Pak Prabowo, sekali lagi, kami memilih Anda bukan semata karena diri
pribadi Anda. Maka pilihlah untuk membantu urusan Anda nanti, orang-orang yang
akan meringankan hisab Anda di akhirat.
Pak Prabowo, kami memilih Anda,
tapi..
Tapi kalaupun Anda tidak terpilih,
kami yakin, pengabdian tak memerlukan jabatan. Tetaplah bekerja untuk Indonesia
dengan segala yang Anda bisa, sejauh yang Anda mampu.
Sungguh Anda terpilih ataupun tidak,
kami sama was-wasnya. Bahkan mungkin, rasa-rasanya, lebih was-was jika Anda
terpilih. Kami tidak tahu hal yang gaib. Kami tidak tahu yang disembunyikan
oleh hati. Kami tidak tahu masa depan. Kami hanya memilih Anda berdasarkan
pandangan lahiriyah yang sering tertipu, disertai istikharah kami yang
sepertinya kurang bermutu.
Mungkin jika Anda terpilih nanti,
urusan kami tak selesai sampai di situ. Bahkan kami juga akan makin sibuk.
Sibuk mendoakan Anda. Sibuk mengingatkan Anda tentang janji Anda. Sibuk memberi
masukan demi kemaslahatan. Sibuk meluruskan Anda jika bengkok. Sibuk menuntut
Anda jika berkelit.
Inilah kami. Kami memilih Anda Pak
Prabowo, tapi..
Tapi sebagai penutup tulisan ini,
mari mengenang ketika Khalifah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz meminta nasehat kepada
Imam Hasan Al Bashri terkait amanah yang baru diembannya. Maka Sang Imam
menulis sebuah surat ringkas. Pesan yang disampaikannya, ingin juga kami
sampaikan pada Anda, Pak Prabowo. Bunyi nasehat itu adalah, “Amma bakdu.
Durhakailah hawa nafsumu! Wassalam.”
Doa kami, Hamba Allah yang tertawan
dosanya, warga negara Republik Indonesia. Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar